Refleksi Ringan Usai Gathering Akuntan Publik: Sebuah Momentum untuk Kembali Merajut Asa
6 mins read

Refleksi Ringan Usai Gathering Akuntan Publik: Sebuah Momentum untuk Kembali Merajut Asa

Oleh: Yudiarto (Pimpinan Rekan KAP Abubakar Usman & Rekan)

Jika saya analogikan akuntan publik sebagai mesin, maka gathering tanggal 21-22 Juni 2025 kemarin adalah momen “servis kecil”, saat di mana semua komponen yang biasanya bekerja keras diperiksa, dirawat dan ganti pelumas atau bahkan mengganti komponen-komponen pendukungnya yang sudah tidak laik pakai lagi supaya tidak macet di tengah jalan. Bisa juga momen tersebut juga bisa dianggap seperti oase di tengah rutinitas dunia audit yang penuh tekanan deadline dan ketegangan regulasi. Di momen itulah, kita bisa sejenak menanggalkan formalitas, bertukar tawa dan menjalin kembali silaturahmi yang mungkin mulai renggang karena kesibukan masing-masing.

Menjalin Silaturahmi, Menguatkan Identitas Profesi

Pertama-tama, gathering ini menjadi momentum penting untuk mempererat kembali silaturahmi antar akuntan publik. Dalam keseharian, kita cenderung larut dalam kesibukan masing-masing—menyelesaikan laporan, menghadapi klien dan mengikuti perkembangan standar akuntansi serta regulasi yang terus bergerak. Tanpa disadari, relasi antar anggota profesi menjadi renggang.

Padahal, kekuatan suatu organisasi profesi bukan hanya ditentukan oleh struktur atau regulasi, tetapi oleh kualitas hubungan antar anggota. Gathering memungkinkan lahirnya kembali semangat kebersamaan, rasa saling percaya, dan kolaborasi yang sehat dalam suasana informal yang penuh keakraban.

Merujuk ke teori modal sosial yang digagas beberapa pemikir sosial diantaranya oleh Pierre Bourdieu maupun Robert Putnam, jaringan sosial yang kuat merupakan salah satu fondasi utama untuk pembangunan suatu komunitas yang sehat. Silaturahmi antar anggota bukan hanya memperkuat rasa kebersamaan, tapi juga meningkatkan kepercayaan, mempercepat aliran informasi, dan menumbuhkan kolaborasi dan sinergi.

Bayangkan jika setiap akuntan publik di Indonesia hanya beroperasi dalam “silo” masing-masing, putus komunikasi, tanpa jejaring, tanpa ruang berbagi, tanpa komunitas, tanpa arah dan tujuan bersama yang jelas, akhirnya yang lahir adalah profesi yang terfragmentasi, cenderung dikontrol anggota yang kuat dan sulit bersatu ketika menghadapi tantangan besar. Maka dalam konteks ini gathering menjadi semacam “lem” yang merekatkan profesi yang kompleks ini.

Dekat dengan Pemilihan Raya: Untung dan Tantangannya

Entah suatu kebetulan atau bagaimana, gathering ini diselenggarakan hanya berselang beberapa saat lagi dari Pemilihan Raya IAPI, peristiwa yang menentukan arah dan kepemimpinan organisasi kita. Dari satu sisi, ini bisa jadi langkah strategis. Suasana akrab dan informal bisa menjadi ladang subur untuk menggali aspirasi anggota secara natural, tanpa tekanan. Beberapa ide besar bisa lahir dari obrolan santai di pinggir kolam atau saat menikmati rokok bersama.

Dalam politik organisasi, momen informal seperti gathering bisa menjadi ruang pre-hearing—tempat ide diuji, aspirasi diuji, bahkan chemistry antar anggota dibangun. Ini sesuai dengan pendekatan deliberatif dalam teori demokrasi, dimana dialog santai sering kali jauh lebih produktif ketimbang debat formal. Bahkan tidak sedikit sejarah telah membuktikan, banyak keputusan penting diambil bukan di ruang sidang, tapi di ruang makan atau di sela-sela perjalanan.

Namun di sisi lain, kedekatan waktu ini juga bisa memunculkan persepsi yang cenderung negatif. Bahwa gathering hanyalah pemanasan, bahkan panggung tak resmi bagi “kontestan” Pemilihan Raya. Persepsi ini, meski nanti bisa saja salah, tetaplah berbahaya jika tidak dikelola. Oleh karena itu, transparansi dan komunikasi menjadi penting. Jika gathering memang diniatkan sebagai ajang penjaringan aspirasi, maka jangan ragu menyebutnya demikian dan fasilitasi percakapan itu secara terbuka.

Organisasi Profesi dan Hak Anggotanya: Bagaimana Kondisi Kita Sekarang?

Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, disebutkan bahwa IAPI sebagai asosiasi profesi memiliki peran penting dalam pembinaan, pengembangan, dan pengawasan profesi akuntan publik. Dalam praktiknya, mandat ini meliputi: menyusun standar profesi, menyelenggarakan pendidikan profesional berkelanjutan, melindungi kepentingan publik dan anggota, mewakili profesi dalam komunikasi dengan regulator dan pemangku kepentingan lain.

Sejenak kita renungkan: apakah semua mandat tersebut telah dijalankan secara maksimal?

Di beberapa kesempatan obrolan ringan selama gathering kemarin, muncul suara-suara yang mencerminkan harapan sekaligus kekhawatiran. Banyak yang merasa IAPI masih belum sepenuhnya hadir ketika anggotanya menghadapi tekanan dalam pekerjaan, belum cukup cepat dalam merespons isu regulasi, atau belum cukup adil dalam memberikan ruang bagi KAP kecil dan menengah yang juga menjadi tulang punggung profesi dan masih lemahnya layanan konsultasi atau advokasi bagi anggota ketika menghadapi sengketa profesi.

Dalam konteks inilah, gathering bisa berperan lebih. Ia bisa menjadi ladang subur untuk menyemai dan mekonstruksi ide, merumuskan harapan atau bahkan mengkritisi kebijakan—tentu dengan cara yang elegan. Organisasi yang sehat bukan yang bebas dari kritik, tapi yang mampu menerima kritik dan merubahnya menjadi bahan bakar perubahan untuk kemajuan bersama.

Masa Depan IAPI: Menuju Organisasi yang Bermartabat dan Relevan

Sesuai dengan temanya “Merajut Silaturahmi, membangun Kolaborasi”, Gathering 21-22 Juni 2025 kemarin bukan sekedar acara santai dua hari di akhir pekan. Ia adalah refleksi kecil atas jati diri organisasi profesi kita sekaligus momentum untuk menyalakan kembali api kebersamaan, mengingatkan kita bahwa di balik laporan keuangan yang ketat dan regulasi yang kaku, ada komunitas yang butuh diperkuat dengan cara didengar, dihargai dan diperjuangkan aspirasinya.

IAPI dan terkhusus bagi para kontestan di Pemilihan Raya nanti punya peluang untuk menjadikan gathering ini bukan sekadar agenda seremonial, tetapi sebagai kanal aspirasi, katalis perubahan dan titik temu antara harapan dan kebijakan. Beberapa hal konkret yang bisa dikembangkan ke depannya antara lain:

  • Forum diskusi rutin di berbagai wilayah untuk menjaring aspirasi,
  • Memperkuat layanan konsultasi atau advokasi bagi anggota ketika menghadapi sengketa profesi.
  • Inkubasi ide dari anggota untuk inovasi dalam praktik audit dan manajemen KAP,
  • Tanggap dan menunjukkan kedaulatan organisasi dalam merespons isu regulasi serta mampu berdiri sejajar dengan institusi lain sehingga tidak menjadi objek dalam setiap peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan.

Jika itu dilakukan, maka bukan tidak mungkin IAPI akan menjadi organisasi profesi yang tidak hanya dihormati karena kewenangannya, tapi juga dicintai karena keberpihakannya. Karena di akhirnya, profesi ini bukan hanya tentang menjaga standar, tapi juga menjaga satu sama lain.

Catatan: Tulisan ini adalah opini pribadi dan tidak mewakili institusi manapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *