Siapa Pemilik PT Toba Pulp Lestari? Sorotan Publik Menguat di Tengah Bencana Sumatera
4 mins read

Siapa Pemilik PT Toba Pulp Lestari? Sorotan Publik Menguat di Tengah Bencana Sumatera

On Berita – Jakarta – PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan pengelola hutan tanaman industri dan produsen bubur kertas di Sumatera Utara, kembali berada dalam pusaran isu lingkungan setelah banjir dan tanah longsor melanda sejumlah wilayah di Sumatera.

Berbagai organisasi lingkungan dan kelompok masyarakat adat menuding operasional perusahaan sebagai salah satu faktor perusakan ekosistem yang memperparah dampak bencana alam tersebut.

Sorotan publik memuncak setelah WALHI serta komunitas adat Batak menegaskan bahwa aktivitas perusahaan, terutama pengalihan fungsi hutan menjadi area tanaman eucalyptus, telah menyebabkan hilangnya kawasan hutan alami yang berfungsi sebagai penyangga ekologis.

Di tengah memanasnya isu ini, perhatian publik juga tertuju pada struktur kepemilikan TPL serta akuntabilitas perusahaan terhadap dampak lingkungan dan sosial yang muncul.

Bantahan Perusahaan atas Tuduhan Kerusakan Lingkungan

Di tengah meningkatnya tekanan publik, TPL merilis bantahan melalui surat resmi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 1 Desember 2025.

Corporate Secretary TPL, Anwar Lawden, menegaskan bahwa perusahaan beroperasi sesuai prosedur dan tidak melakukan pelanggaran lingkungan.

“Perseroan dengan tegas membantah tuduhan bahwa operasional menjadi penyebab bencana ekologi,” ujar Anwar dalam keterangan tertulis.

TPL menyebut seluruh operasi Hutan Tanaman Industri (HTI) telah melalui proses audit dan penilaian independen, termasuk High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS). Dari total konsesi 167.912 hektare, perusahaan mengembangkan eucalyptus di sekitar 46.000 hektare, sementara area lain diklaim sebagai kawasan konservasi dan lindung.

Audit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022–2023, menurut perusahaan, menyatakan TPL berstatus TAAT dan tidak ditemukan pelanggaran signifikan baik dari aspek lingkungan maupun sosial. Namun, laporan organisasi masyarakat sipil menunjukkan temuan berbeda.

Struktur Kepemilikan: Mengungkap Pemilik TPL

Perdebatan mengenai siapa pemilik TPL turut mencuat seiring menguatnya tuntutan evaluasi izin perusahaan.

Berdiri pada tahun 1983 dengan nama PT Inti Indorayon Utama, perusahaan ini awalnya dimiliki Sukanto Tanoto.

Pada awal 2000-an, nama perusahaan diubah menjadi PT Toba Pulp Lestari Tbk sebagai bagian restrukturisasi.

Kepemilikan perusahaan berubah signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Hingga 2021, saham mayoritas dimiliki Pinnacle Company Pte. Ltd.

Namun, data terbaru per Oktober 2025 menunjukkan 92,54% saham TPL kini dikuasai Allied Hill Limited, perusahaan berbasis Hong Kong.

Penerima manfaat akhir (ultimate beneficial owner) dari Allied Hill Limited adalah Joseph Oetomo, pengusaha asal Singapura.

Meski sempat dikaitkan dengan Royal Golden Eagle (RGE) Group milik Sukanto Tanoto, RGE telah membantah keterlibatan mereka sejak 2022. TPL juga membantah seluruh rumor yang mengaitkannya dengan pejabat publik, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan.

Analisis Lingkungan dan Konflik dengan Masyarakat Adat

WALHI Sumatera Utara menyebut pengembangan eucalyptus dan perambahan hutan di wilayah konsesi TPL telah melemahkan fungsi ekologis hutan di Tapanuli.

Analisis KSPPM bahkan menyebut sekitar 67.000 hektare hutan di area konsesi hilang antara periode 1990–2023.

Di sisi lain, konflik agraria antara masyarakat adat dan TPL telah berlangsung puluhan tahun. Banyak wilayah adat masuk dalam peta konsesi negara, yang kemudian diberikan kepada perusahaan.

Hal ini memicu sengketa berkepanjangan terkait klaim batas wilayah, kriminalisasi warga, hingga unjuk rasa yang terus terjadi.

Kementerian Hukum dan HAM kini tengah melakukan kajian terhadap konflik lahan tersebut, dengan fokus pada perlindungan masyarakat adat dan mereka yang paling terdampak.

Desakan terhadap pemerintah daerah untuk mengevaluasi izin operasional TPL semakin kuat, terlebih setelah Gubernur Sumatera Utara dikabarkan tengah menyiapkan rekomendasi terkait nasib perusahaan.

Respons Publik dan Masa Depan Operasional TPL

Tekanan publik terhadap TPL terus meningkat, terutama setelah sejumlah bencana di Sumatera dikaitkan dengan kerusakan lingkungan.

Sementara perusahaan menegaskan telah berupaya meningkatkan teknologi ramah lingkungan sejak 2018 dan membuka ruang dialog, banyak pihak menilai langkah tersebut belum cukup.

Kasus TPL memperlihatkan kompleksitas hubungan antara korporasi, pengelolaan sumber daya alam, masyarakat adat, dan tanggung jawab negara dalam menjaga lingkungan.

Masa depan operasional perusahaan kini berada di persimpangan, menunggu keputusan pemerintah dan hasil kajian berbagai lembaga.

#OnBerita #PTTobaPulpLestari #BencanaSumatera #LingkunganHidup #KonflikAdat #BanjirSumatera #Ekologi #KrisisLingkungan #HutanSumatera

Penulis : Rizki Saptanugraha

Editor : Ali Ramadhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *