Dari Dapur SPPG ke Ladang Samin: Gizi Anak, Rezeki Petani
On Berita – Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menegaskan pentingnya pendekatan berbasis masyarakat dan kearifan lokal dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar manfaatnya tak hanya dirasakan anak-anak sekolah, tetapi juga petani dan peternak lokal di daerah.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia. Namun, menurut Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, keberhasilan program ini sangat bergantung pada sejauh mana masyarakat lokal dilibatkan dalam rantai penyediaannya.
“Pendekatan program MBG sebaiknya tidak top-down. Justru harus melibatkan masyarakat lokal, terutama petani dan peternak, dalam menyediakan pasokan bahan baku bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ujar Edy Wuryanto dalam rilis resminya, Selasa (28/10/2025).
Edy menilai, MBG bukan hanya kebijakan pemerintah pusat, melainkan perwujudan nilai-nilai luhur bangsa yang telah hidup turun-temurun, seperti semangat gotong royong, kepedulian, dan berbagi. Karena itu, ia mendorong agar pelaksanaan MBG dikaitkan dengan kearifan lokal di tiap daerah.
Sebagai contoh, ia menyoroti nilai-nilai Sedulur Sikep dari ajaran Samin Surosentiko, tokoh asal Blora yang dikenal menjunjung tinggi prinsip kesederhanaan dan solidaritas sosial. Dalam tradisi masyarakat Samin, tamu yang datang selalu dijamu dengan makanan terbaik — sebuah simbol penghormatan dan persaudaraan.
“Semangat memberi makan kepada orang lain sudah menjadi bagian dari budaya kita jauh sebelum ada program pemerintah. Promosi MBG harus mengangkat nilai-nilai seperti ini agar masyarakat merasa bahwa program ini lahir dari akar budayanya sendiri,” kata Edy.
Kabupaten Blora disebutnya memiliki potensi besar untuk menjadi contoh nasional pelaksanaan MBG berbasis masyarakat. Dengan banyaknya komunitas petani dan peternak, termasuk pengikut Sedulur Sikep, daerah ini memiliki sumber bahan baku lokal yang melimpah — mulai dari padi, sapi, lele, hingga sayuran dan buah-buahan.
“Dari 73 dapur SPPG yang ada di Blora, potensi perputaran uangnya bisa mencapai sekitar Rp525 miliar per tahun. Jika seluruh kebutuhan bahan bakunya dipasok dari petani dan peternak lokal, maka manfaat ekonomi program ini akan langsung dirasakan masyarakat,” jelas Edy.
Namun, Edy juga mengingatkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menjaga rantai pasok agar tetap stabil. Ia menekankan perlunya pemetaan potensi pertanian dan peternakan, supaya produksi lokal mampu memenuhi kebutuhan tanpa menimbulkan gejolak harga.
“Kalau kebutuhan MBG meningkat tanpa perencanaan matang, bisa memicu inflasi daerah. Tapi kalau dikelola dengan baik, justru akan menciptakan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat Blora,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, MBG tidak hanya tentang penyediaan makanan bergizi, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi rakyat dan penguatan identitas bangsa.
“MBG ini bukan hanya program Presiden, tetapi cerminan nilai-nilai luhur bangsa kita — menolong sesama dan memastikan tidak ada yang kelaparan,” ujarnya.
Edy berharap Blora dapat menjadi ikon nasional pelaksanaan MBG yang menggabungkan semangat budaya dengan kekuatan ekonomi lokal. Dengan begitu, program ini tidak hanya menyehatkan generasi muda, tetapi juga menyejahterakan masyarakat di pedesaan.
“Blora bisa menjadi contoh bagaimana program nasional dapat tumbuh dari akar budaya lokal. Dengan semangat gotong royong dan ekonomi rakyat, MBG akan menjadi gerakan yang menyehatkan generasi sekaligus menguatkan ekonomi masyarakat,” tutup Edy.
#MakanBergiziGratis #GiziAnak #RezekiPetani #DPRRI #EdyWuryanto #SPPG #SedulurSikep #KearifanLokal #EkonomiDesa #Blora #GotongRoyong #OnBerita #ONBERITA #OnBeritaNasional #OnBeritaJakarta
Penulis : Rizky Sapta Nugraha
Editor : Ali Ramadhan
Sumber : Berita DPR RI | 28 Oktober 2025 https://www.dpr.go.id/kegiatan-dpr/berita/Dari-Dapur-SPPG-ke-Ladang-Samin-Gizi-Anak-Rezeki-Petani-60400
