LBH Medan Kecam Vonis 10 Bulan untuk Sertu Riza Pahlivi: “Sejarah Buruk Penegakan Hukum di Peradilan Militer”
2 mins read

LBH Medan Kecam Vonis 10 Bulan untuk Sertu Riza Pahlivi: “Sejarah Buruk Penegakan Hukum di Peradilan Militer”

On Berita – Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai vonis 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlivi, terdakwa kasus kematian remaja 15 tahun berinisial MHS, sebagai bentuk matinya keadilan dan sejarah buruk penegakan hukum di peradilan militer Indonesia.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras putusan Majelis Hakim Peradilan Militer I/02 Medan yang menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlivi, terdakwa kasus penyiksaan yang menyebabkan kematian MHS (15 tahun). Putusan ini dibacakan pada Senin, 20 Oktober 2025, dalam perkara Nomor 67-K/PM.I-02/AD/VI/2025.

Majelis Hakim yang diketuai Letkol Ziky Suryadi menyatakan terdakwa bersalah karena kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain, dan menghukum Sertu Riza dengan pidana 10 bulan penjara serta restitusi kepada keluarga korban.

Namun, keputusan tersebut langsung memicu reaksi keras dari keluarga korban. Ibu korban, Lenny Damanik, menangis di ruang sidang karena merasa keadilan untuk anaknya diabaikan. “Ini tidak adil!” teriak keluarga korban saat majelis hakim membacakan putusan, hingga sidang sempat terhenti sejenak.

LBH Medan menilai, terdapat banyak kejanggalan dalam pertimbangan hukum majelis hakim. Di antaranya, hakim menyatakan tidak ditemukan luka di tubuh korban, padahal sejumlah saksi menyebut korban sempat mengalami sakit hebat di bagian perut, tidak bisa duduk, dan muntah terus-menerus sebelum meninggal.

Selain itu, beberapa saksi seperti Ismail Syahputra Tampubolon menyatakan melihat korban diserang hingga terjatuh di rel, sedangkan Naura Panjaitan, saksi lain yang sempat memberi kesaksian serupa, meninggal sebelum hadir di sidang.

LBH Medan juga menyoroti sikap Oditur Militer Letkol M. Tecki Waskito, yang hanya menuntut terdakwa satu tahun penjara. Menurut LBH Medan, tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengancam pelaku kekerasan hingga menyebabkan anak meninggal dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

“Putusan ini menjadi sejarah buruk penegakan hukum dan bukti matinya keadilan di peradilan militer. Bagaimana mungkin pelaku yang menyebabkan anak di bawah umur meninggal hanya dihukum 10 bulan, bahkan lebih ringan dari kasus pencurian ayam,” tegas LBH Medan dalam keterangan resminya.

LBH Medan bersama keluarga korban mendesak Oditur Militer untuk mengajukan banding, serta berencana melaporkan majelis hakim ke Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran dalam proses dan pertimbangan hukum perkara ini.

Selain itu, LBH Medan menegaskan perlunya reformasi menyeluruh terhadap sistem peradilan militer, agar tidak lagi menjadi ruang tertutup yang menghambat keadilan bagi korban sipil.

“Kasus ini membuktikan betapa sulitnya masyarakat sipil mendapatkan keadilan ketika berhadapan dengan peradilan militer,” tulis LBH Medan menutup rilisnya.

#ONBERITA #OnBerita #OnBeritaNasional #OnBeritaJakarta #KeadilanUntukMHS #LBHMedan #PeradilanMiliter #HukumDanHAM #ReformasiPeradilan #KasusMHS

Penulis : Rizki Abdulrahman Wahid

Editor : Ali Ramadhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *