Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Sektor Pertahanan Dinilai Alami Kemunduran Reformasi
2 mins read

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Sektor Pertahanan Dinilai Alami Kemunduran Reformasi

On Berita – Jakarta – Menjelang genap satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2025, berbagai catatan kritis muncul terhadap arah kebijakan pertahanan nasional. Sejumlah pengamat menilai bahwa dalam setahun terakhir, pemerintah justru menunjukkan kecenderungan militerisasi ruang sipil dan melemahnya agenda reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan sejak era reformasi 1998.

Kebijakan yang dinilai mendorong dominasi militer di ranah sipil ini dianggap berpotensi melemahkan prinsip supremasi sipil serta mengancam mekanisme akuntabilitas demokratis. Beberapa indikator yang disoroti antara lain meluasnya pelibatan TNI dalam proyek-proyek sipil, seperti program Food Estate di Merauke, hingga penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil seperti di Perum Bulog dan Sekretariat Kabinet.

Selain itu, pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) melalui Perpres No. 202 Tahun 2024 juga dinilai menimbulkan kekhawatiran. Kewenangan lembaga ini disebut terlalu luas dan berpotensi menjadi lembaga superbody tanpa kontrol demokratis yang kuat.

Di sisi lain, rencana pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) di bawah Kodim juga mendapat perhatian. Rencana ini dianggap bertentangan dengan semangat reformasi militer dan bisa menghidupkan kembali fungsi ganda TNI di ranah sipil, sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru.

Tak hanya itu, sejumlah kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI juga kembali mencuat sepanjang 2025, mulai dari kasus penembakan warga sipil, hingga kekerasan internal yang berujung kematian. Banyak kasus disebut tak terselesaikan secara adil akibat sistem peradilan militer yang tertutup dan menciptakan ruang impunitas.

Revisi UU TNI Tahun 2025 serta penerbitan Perpres No. 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Tugas dan Fungsi Jaksa juga disorot sebagai langkah yang memperkuat gejala bangkitnya militerisme di tubuh pemerintahan.

Lebih lanjut, wacana pelibatan TNI sebagai aparat penegak hukum dalam RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) juga memunculkan kekhawatiran baru. Pasal 56 RUU tersebut memberi TNI kewenangan sebagai penyidik tindak pidana siber — sesuatu yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan berpotensi mengancam kebebasan sipil.

Secara keseluruhan, tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran dinilai gagal menunjukkan arah kebijakan pertahanan yang jelas dan transparan. Minimnya dokumen strategis, lemahnya tata kelola anggaran, serta orientasi politik yang kuat di tubuh Kementerian Pertahanan memperlihatkan kemunduran serius dalam agenda reformasi sektor keamanan.

Para pengamat menilai, jika pola kebijakan ini terus berlanjut, demokrasi Indonesia dapat menghadapi risiko otoritarianisme baru, ditandai dengan melemahnya supremasi hukum dan meningkatnya potensi pelanggaran hak asasi manusia.

#PrabowoGibran #SatuTahunPemerintahan #SektorPertahanan #ReformasiTNI #DemokrasiIndonesia #MiliterisasiSipil #HAM #OnBerita #ONBERITA #OnBeritaNasional #OnBeritaJakarta

Penulis : Rizki Abudlrahman Wahid

Editor : Ali Ramadhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *