
KOSASI Soroti Dugaan Keterlibatan Anggota DPRD dalam Kepemilikan Dapur Program Makan Bergizi Gratis
On Berita – Jakarta – Koalisi Indonesia Anti Korupsi (KOSASI) menyoroti isu keterlibatan sejumlah anggota DPRD dalam kepemilikan dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa daerah. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa sebagian dapur penyelenggara program tersebut ternyata dimiliki oleh anggota dewan yang notabene seharusnya berperan sebagai pengawas.
KOSASI menilai hal ini berpotensi menyalahi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), karena program strategis nasional tersebut semestinya berfokus pada pemberdayaan UMKM lokal, bukan justru menguntungkan pemodal besar atau kelompok tertentu.
“Program MBG idealnya menjadi sarana untuk menghidupkan dapur-dapur UMKM di daerah, bukan malah dijadikan ladang bisnis oleh anggota dewan. Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka tidak hanya kualitas gizi yang jadi persoalan, tetapi juga konflik kepentingan di tengah masyarakat,” tegas Rizki Abdul Rahman Wahid, Direktur Eksekutif KOSASI, Senin (15/9).
KOSASI mengingatkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, program MBG juga mendapat sorotan publik terkait kasus keracunan makanan yang terjadi di sejumlah wilayah. Menurut KOSASI, masalah kualitas gizi bisa semakin diperparah bila tata kelola program justru terjebak dalam praktik monopoli dan konflik kepentingan.
Selain itu, KOSASI juga mempertanyakan mekanisme pengawasan ke depan jika para anggota dewan justru ikut menjadi pelaksana.
“Bagaimana mungkin fungsi kontrol dijalankan dengan baik bila pengawas justru ikut bermain sebagai pelaksana? Situasi ini jelas bertentangan dengan prinsip kepatuhan terhadap konflik kepentingan,” lanjut Rizki.
Sebagai solusi, KOSASI menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan ketat dalam implementasi program MBG.
“Kunci sukses program MBG adalah keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Presiden harus memastikan bahwa program ini benar-benar berpihak kepada rakyat kecil dan UMKM lokal, bukan menjadi bancakan politik atau bisnis segelintir elit,” tutup Rizki Abdul Rahman Wahid.