
KOSASI Desak Transparansi dalam Pengusutan Dugaan Dana Asing untuk Provokasi Demo Agustus 2025
On Berita – Jakarta – Koalisi Indonesia Anti Korupsi (KOSASI) menanggapi serius temuan dugaan aliran dana miliaran rupiah dari luar negeri, termasuk Kamboja, yang diduga digunakan untuk memprovokasi gelombang demonstrasi pada Agustus 2025.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka provokasi melalui media sosial. Mereka adalah WH (31) pemilik akun Instagram @bekasi_menggugat, KA (24) pemilik akun Instagram Aliansi Mahasiswa Penggugat, CS (30) pemilik akun TikTok @cecepmunich, IS (39) pemilik akun TikTok @hs02775, SB (35) pemilik akun Facebook Nannu, G (20) pemilik akun Facebook Bambu Runcing, dan LFK (26) pemilik akun Instagram @larasfaizati. Enam tersangka kini ditahan, sementara satu lainnya dikenai wajib lapor. Mereka dijerat dengan UU ITE, KUHP, hingga pasal penghasutan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap adanya aliran dana besar di platform digital selama aksi berlangsung. Sejumlah akun diduga terhubung dengan jaringan judi online (judol) dan memanfaatkan momentum demonstrasi untuk memonetisasi konten live streaming bernuansa kekerasan. Komdigi juga melaporkan lonjakan pengaduan publik terkait misinformasi, hoaks, hingga ajakan bernuansa provokatif, termasuk seruan penjarahan, penyerangan, dan isu SARA.
Menanggapi situasi ini, KOSASI meminta Bareskrim Polri dan Komdigi untuk mengusut tuntas aliran dana asing tersebut, serta mengedepankan prinsip transparansi dalam setiap langkah penanganan kasus.
“Dugaan adanya dana miliaran rupiah dari luar negeri untuk memprovokasi demonstrasi jelas ancaman serius bagi stabilitas bangsa. Kami mendesak Polri dan Komdigi untuk membuka hasil penyelidikan secara transparan agar publik tidak terjebak dalam spekulasi,” ujar Rizki Abdul Rahman Wahid, Direktur Eksekutif KOSASI, Senin (15/9).
Lebih lanjut, Rizki menegaskan bahwa publik berhak mengetahui kebenaran sumber dana, jaringan yang terlibat, hingga potensi kaitannya dengan kepentingan tertentu.
“Jika benar ada dana dari luar negeri yang masuk untuk memperkeruh keadaan, ini bukan sekadar isu hukum, tapi juga menyangkut kedaulatan negara. Aparat jangan hanya berhenti pada penetapan tersangka di lapangan, tetapi harus mengungkap aktor intelektual dan jaringan pendananya,” tegas Rizki.
KOSASI juga mengingatkan agar proses hukum tidak dijadikan alat politik, melainkan dijalankan secara adil dan terbuka.
“Kami mendukung langkah tegas terhadap provokasi dan penyalahgunaan ruang digital. Namun, yang lebih penting adalah keterbukaan agar publik percaya bahwa aparat bekerja demi kepentingan bangsa.” tutup Rizki Abdul Rahman Wahid.