
Boni Hargens: Antisipasi Peluang Adanya Ancaman “Jawa Spring”
Press Release Boni Hargens, Analis Politik Senior
Aksi demonstrasi kolosal di banyak kota di Indonesia belakangan bukan hanya luapan kemarahan rakyat terhadap para wakilnya di parlemen, melainkan sebuah determinasi historik bahwa kekuasaan sejatinya milik rakyat. Wakil rakyat sudah seharusnya bersikap rendah hati dan hormat terhadap rakyat sebagai pemilik kekuasaan. Narasi dan tindakan public dari para wakil harus diselaraskan dengan kondisi hidup rakyat yagn telah memilih mereka untuk duduk dalam jabatan publik.
Sebagai analis politik, saya membacanya dalam skala makro, bahwa gelombang aksi massa belakangan ini tidak berdiri sendiri dan terpisah dari gerakan penolakan kenaikan pajak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dan daerah lain di Indonesia. Kita bisa saja mengkritisi kelemahan scenario managemen efisiensi di Kementerian Keuangan, tetapi poinnya bukan hanya di situ.
Sejak peristiwa Pati, sebetulnya sudah terlihat ada potensi terjadinya gelombang aksi besar yang bisa melahirkan gerakan kolosal yang boleh kita sebut “Jawa Spring” (Musim Semi Jawa). Istilah ini hanya meniru istilah “Arab Spring” atau Musim Semi Arab yang merujuk pada gelombang demokratisasi besar-besaran di Timur Tengah yang dimulai akhir 2010. Pati di tanah Jawa memiliki sejarah yang istimewah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka memulai pembangkangan terhadap rezim kolonial Belanda pada masa lalu. Kita tidak ingin itu terjadi di Indonesia hari ini, maka perlu ada analisis prediktif yang mendalam dalam rangka merumuskan langkah mitigasi dalam konteks “cegah dini.”
Dengan pola gerakan yang viral, massif, dan tak terbendung sejak kejadian Pati, semua institusi negara yang relevan disarankan melakukan evaluasi dan analisis yang mendalam serta komprehensif mengenai situasi yang ada dan segera merumuskan langkah cegah dini yang efektif dan akurat. Sudah saatnya, semua institusi publikc menerapkan yang namanya “intelligence-led policy” yakni kebijakan yang berbasis pada informasi intelijen yang akurat dan obyektif. Informasi intelijen adalah data yang murni dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan lain yang kompleks. Maka, kebijakan publik sudah saatnya berbasis pada informasi intelijen.
Sejalan dengan itu, saya pribadi sungguh mengapresiasi pernyataan pers Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pejabat publik bersikap rendah hati dan melakukan koreksi diri karena siapapun di jabatan publik bisa diberhentikan kapan saja oleh rakyat. Pernyataan Presiden sebuah bentuk renungan moral yang mendalam dan seharusnya menjadi bahan refleksi oleh semua pejabat publik dari daerah sampai pusat. Dalam konteks ini saya teringat mimik marah pada wajah Wapres Gibran Rakabuming Raka saat melihat para anggota DPR menari senang dengan kenaikan tunjangan beberapa waktu lalu.
Kita harus jujur bahwa kontekstur gerakan rakyat hari ini menunjukkan bahwa ini bukan gerakan sentimentil yang dipicu oleh kemarahan sesaat melainkan sebuah ledakan dari akumulasi keresahan dan kemarahan yang berlangsung lama. Kita tidak ingin pemerintahan ini terganggu dan kesulitan bekerja karena gejolak semacam ini, maka perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh, baik pada sektor legislative, yudikatif, maupun eksekutif. Selain itu, perlu ada langkah strategis untuk mencegah adanya upaya penyusupan oleh para penumpang gelap, free riders, yang ingin membenturkan rakyat dengan aparat keamanan. Upaya bentur-membenturkan berpotensi memperumit keadaan dan mendatangkan bencana yang lebih kompleks dan merugikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Jakarta, 31 Agustus 2025