
KKP Serap Masukan Tata Kelola Pupuk Subsidi untuk Perikanan Skala Kecil
On Berita – Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyusun aturan teknis tata kelola pupuk bersubsidi sektor perikanan. Melalui konsultasi publik di Surabaya, pemerintah mengedepankan prinsip 7T dalam mendistribusikan pupuk bagi pembudidaya ikan skala kecil.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus melakukan penjaringan masukan dari berbagai pihak terkait tata kelola pupuk bersubsidi sektor perikanan. Melalui kegiatan konsultasi publik yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, KKP mengundang berbagai pemangku kepentingan lintas kementerian dan lembaga untuk merumuskan kebijakan teknis yang tepat sasaran.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Kemenko Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, PT Pupuk Indonesia Holding Company, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan perwakilan dari tujuh kabupaten.
“Penetapan pupuk bersubsidi kini tidak hanya untuk sektor pertanian, tapi juga menyasar pembudidaya ikan kecil. Ini komitmen nyata pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, dalam keterangan resminya, Senin (7/7).
Kegiatan ini menjadi bagian dari penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi aturan turunan dari Perpres 6/2025. Dirjen Tebe menyatakan bahwa tata kelola subsidi akan mencakup seluruh rantai proses, dari perencanaan hingga pelaporan.
Distribusi pupuk bersubsidi, lanjutnya, harus memenuhi prinsip 7T:
Tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, mutu, dan penerima.
“Tujuan utamanya adalah optimalisasi produktivitas untuk mendukung ketahanan pangan nasional, tapi tetap menjaga keberlanjutan,” tegasnya.
Penerima pupuk bersubsidi di sektor perikanan dibatasi secara spesifik, yakni: Pembenihan ikan air tawar: max 0,75 ha, Pembesaran ikan air tawar: max 2 ha, Pembenihan ikan air payau: max 0,5 ha & Pembesaran ikan air payau: max 5 ha. Adapun syarat tambahannya yaitu: Memiliki Kartu KUSUKA elektronik, Terdaftar di portal data kelautan dan perikanan, Tergabung dalam Pokdakan berbadan hukum, Terdata di e-RDKK Perikanan & Usaha bukan di laut atau minapadi
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Muhammad Isa Anshori, menyambut baik langkah ini. Ia menyebutkan bahwa tambak tradisional mendominasi 85% lahan budidaya di Jatim, dengan komoditas utama seperti rumput laut, udang, dan bandeng.
“Kendala utama kami adalah harga dan kelangkaan pupuk. Ini menghambat pertumbuhan plankton yang jadi penopang utama ekosistem tambak tradisional,” tuturnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menegaskan bahwa budidaya merupakan masa depan sektor perikanan. Karena itu, tata kelola pupuk bersubsidi harus berpihak kepada masyarakat sekaligus selaras dengan prinsip keberlanjutan dan konservasi.
“Tujuannya bukan hanya meningkatkan hasil, tapi juga menjaga lingkungan dan menjamin keberlanjutan sosial masyarakat perikanan,” kata Trenggono dalam kesempatan terpisah.
Melalui konsultasi publik ini, KKP berharap Rancangan Permen yang disusun dapat menjawab tantangan di lapangan dan menjadi solusi yang efisien, transparan, serta berpihak kepada pembudidaya ikan kecil.
Langkah KKP ini sekaligus menegaskan bahwa pupuk subsidi bukan hanya soal distribusi, tetapi tentang keadilan, produktivitas, dan ketahanan pangan nasional.
#PupukSubsidiPerikanan #KKP #PerikananBerkelanjutan #KetahananPangan #PembudidayaIkan #7TDistribusi
#KonsultasiPublikKKP #TataKelolaPupuk #PerikananKecil #KUSUKA #RumputLaut #Minapadi
Penulis : Rizky Sapta Nugraha
Editor : Ali Ramadhan
Sumber : Berita Kementerian KKP RI | Jakarta, 9 Juli 2025. https://kkp.go.id/news/news-detail/kkp-jaring-masukan-terkait-tata-kelola-pupuk-bersubsidi-sektor-perikanan-A6Yl.html