Revisi Perpres 59/2019: Momentum Menyelamatkan Sawah Indonesia dari Krisis Alih Fungsi
2 mins read

Revisi Perpres 59/2019: Momentum Menyelamatkan Sawah Indonesia dari Krisis Alih Fungsi

On Berita – Jakarta – Pemerintah memperkuat komitmen menjaga ketahanan pangan nasional dengan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Revisi ini dinilai sebagai langkah penting untuk menyelamatkan sawah Indonesia dari ancaman masif alih fungsi dan alih kepemilikan lahan yang menggerus produktivitas pertanian.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan pentingnya revisi ini untuk memperluas perlindungan lahan sawah dari hanya 8 provinsi menjadi 20 provinsi. Total sawah yang akan dilindungi bertambah menjadi 6,58 juta hektare dari sebelumnya 3,83 juta hektare.

Revisi ini menjadi jawaban atas kekhawatiran publik terhadap maraknya pembangunan kawasan permukiman di tengah sentra produksi pangan. Alih fungsi lahan sawah yang masif dinilai sebagai ancaman serius terhadap ketahanan pangan nasional.


Urgensi Revisi: Lebih dari Sekadar Regulasi

Perpres 59/2019 semula dirancang untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian, meningkatkan produksi padi, dan memperkuat cadangan pangan nasional. Namun implementasinya dianggap belum efektif. Tiga alasan utama mendesak perlunya revisi:

  1. Ketidakefektifan implementasi – Masih tingginya angka konversi lahan sawah menunjukkan lemahnya pengawasan dan regulasi.
  2. Perubahan kondisi nasional dan global – Krisis pangan, perubahan iklim, serta migrasi tenaga kerja menekan sektor pertanian.
  3. Keterbatasan cakupan regulasi – Masih banyak aspek, termasuk dinamika kepemilikan tanah dan spekulasi pasar, yang belum diakomodasi.

Fokus Revisi: Menyelamatkan Sawah, Menjamin Masa Depan

Revisi Perpres ini menargetkan beberapa pembenahan strategis:

  • Optimalisasi pengendalian alih fungsi lahan melalui penguatan pengawasan dan regulasi.
  • Peningkatan produksi padi nasional dengan menjaga luas dan produktivitas sawah.
  • Perlindungan LP2B dari spekulasi non-pertanian.
  • Percepatan penetapan peta sawah dilindungi sebagai dasar hukum yang kuat.
  • Peningkatan penegakan hukum dan kewenangan daerah dalam pengawasan.

Selain alih fungsi, isu alih kepemilikan sawah juga mendapat sorotan. Petani yang terdesak kondisi ekonomi cenderung menjual lahannya kepada pihak luar, berpotensi menyebabkan konversi fungsi di masa depan dan menghambat regenerasi petani.


Kunci Keberhasilan: Kebijakan Pendukung yang Komprehensif

Alih fungsi dan alih kepemilikan lahan sawah bukan hanya soal pertanian. Ia menyentuh aspek ekonomi petani, ketimpangan agraria, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, revisi Perpres ini harus disertai:

  • Insentif pertanian
  • Perlindungan sosial petani
  • Integrasi kebijakan pusat-daerah
  • Harmonisasi tata ruang dan perpajakan

Jika dilakukan dengan serius, revisi Perpres 59/2019 bisa menjadi langkah strategis yang menyelamatkan masa depan pangan Indonesia.

“Semua berharap revisi ini tidak sekadar menjadi perubahan dokumen hukum, tetapi benar-benar menjelma dalam praktik yang menyelamatkan sawah Indonesia.”

*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.


Deskripsi Singkat:

Revisi Perpres 59/2019 memperluas perlindungan sawah dari 8 ke 20 provinsi. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah alih fungsi dan alih kepemilikan lahan yang masif. Artikel ini mengulas urgensi dan tantangan strategis dalam penyelamatan sawah Indonesia.


Penulis: Rizky Sapta Nugraha
Editor: Redaksi On Berita
Sumber: Antara News | Jakarta, 31 Mei 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *