Kemenperin Bentuk Pusat Krisis Industri, Jawab Keluhan Pasokan Gas Terbatas
3 mins read

Kemenperin Bentuk Pusat Krisis Industri, Jawab Keluhan Pasokan Gas Terbatas

On Berita – Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons keresahan pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT. Langkah ini diambil untuk menampung laporan pembatasan pasokan gas yang dinilai mengganggu keberlangsungan produksi manufaktur nasional.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bergerak cepat merespons keresahan para pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang terdampak pembatasan pasokan gas dari produsen. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemenperin membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT sebagai wadah menerima laporan, keluhan, hingga masukan dari industri terdampak.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan langkah ini diambil setelah beredarnya surat produsen gas yang menyebutkan pembatasan pasokan hingga 48 persen. Ia menilai hal itu janggal, sebab pasokan gas untuk harga normal—di atas USD 15 per MMBTU—tetap stabil, sementara gas HGBT dengan harga USD 6,5 per MMBTU justru dibatasi.

“Tidak ada isu teknis produksi dan pasokan gas dari industri hulu. Karena itu, narasi pembatasan gas seolah untuk menaikkan harga jelas merugikan industri dalam negeri,” tegas Febri di Jakarta, Senin (18/8).

Menurutnya, langkah sepihak dari produsen gas berpotensi mengulang dampak negatif yang pernah terjadi, seperti turunnya utilisasi produksi, penutupan industri, hingga pengurangan tenaga kerja di sektor padat karya.

Pembentukan Pusat Krisis ini diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi investasi manufaktur di Indonesia, terutama pada tujuh subsektor penerima manfaat HGBT, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.

Febri memaparkan tiga tujuan utama pusat krisis ini Menjadi saluran pengaduan resmi dari industri pengguna HGBT; Menjadikan laporan industri sebagai bahan kebijakan dan langkah strategis Kemenperin; serta Menegaskan akuntabilitas publik Kemenperin dalam menjaga keberlangsungan industri.

Ia menambahkan, laporan yang sudah masuk mencakup pembatasan pasokan, penurunan tekanan gas, hingga lonjakan harga di atas ketentuan Perpres Nomor 121 Tahun 2020. Situasi tersebut memaksa beberapa perusahaan melakukan rekayasa operasional, mulai dari mematikan lini produksi hingga mengganti bahan bakar ke solar yang berbiaya lebih tinggi.

“Bahkan, ada industri yang sudah menghentikan produksi dan berpotensi merumahkan pekerjanya. Banyak kasus ini terjadi di sektor keramik, kaca, baja, dan oleokimia,” ungkap Febri.

Lebih jauh, Kemenperin memastikan pusat krisis akan bekerja sama dengan asosiasi industri untuk menghimpun data real-time, melakukan verifikasi lapangan, hingga menyusun rekomendasi kebijakan kepada kementerian dan lembaga terkait.

“Gas adalah komponen vital. Kalau pasokan terganggu, harga naik, atau tekanannya turun, industri pasti terpukul. Ini bukan hanya soal biaya produksi, tetapi juga daya saing, kapasitas, hingga ancaman PHK,” tegas Febri.

Kemenperin menegaskan bahwa kebijakan HGBT akan dijalankan konsisten sesuai amanat Perpres, dan pemerintah tidak ingin industri menghadapi masalah ini sendirian.

Crisis Center adalah bukti keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha. Kami akan terus memperjuangkan harga gas kompetitif agar industri tetap berproduksi optimal dan menyerap lebih banyak tenaga kerja,” pungkas Febri.

#Kemenperin #HGBT #IndustriNasional #PasokanGas #EkonomiIndonesia #Manufaktur #ONBERITA #OnBerita #OnBeritaNasional #OnBeritaJakarta

Penulis : Rizky Sapta Nugraha

Editor : Ali Ramadhan

Sumber : Berita Kemenprin RI | Jakarta, 19 Agustus 2025. https://kemenperin.go.id/artikel/72482164/Tampung-Keluhan-Pembatasan-Pasokan-Gas,-Kemenperin-Bentuk-Pusat-Krisis-Industri-Pengguna-HGBT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *