Program Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia Menuai Dukungan dan Catatan Kritis dari Publik
1 min read

Program Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia Menuai Dukungan dan Catatan Kritis dari Publik

Jakarta, ON Berita — Program penulisan ulang sejarah nasional Indonesia yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan di bawah kepemimpinan Menteri Fadli Zon menuai berbagai tanggapan dari kalangan masyarakat. Program ambisius ini bertujuan memperbaharui narasi sejarah Indonesia agar lebih komprehensif, inklusif, dan kontekstual, menggantikan versi terakhir yang disusun pada 2008 dan hanya mencakup hingga masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pengamat Sosial Budaya, Okki Tirto dalam sebuah diskusi publik menyampaikan dukungannya terhadap inisiatif tersebut. Namun, ia juga mengingatkan agar prosesnya tidak terburu-buru

“Kerja penulisan ulang ini sangat ambisius. Ia mencakup sejarah dari masa prasejarah, Homo Sapiens, hingga Indonesia kontemporer. Karena itu, butuh kehati-hatian dan ruang partisipasi publik yang cukup luas,” ujar Oki saat menjadi narasumber di Podcast Collabs and Network.

Program ini dijadwalkan rampung dan diluncurkan pada Agustus 2025 bertepatan dengan HUT ke-80 Republik Indonesia. Namun publik mempertanyakan apakah timeline yang hanya berkisar 7-8 bulan cukup untuk menyusun sejarah dengan kualitas ilmiah dan sensitivitas sosial yang tinggi.

“Meski disebut bukan sejarah resmi negara, jika dikerjakan oleh kementerian, maka narasi yang lahir tetap akan dianggap sebagai narasi resmi. Maka kehati-hatian dan partisipasi publik menjadi sangat penting,” tambahnya.

Oki juga menekankan bahwa uji publik yang dijadwalkan pada Juli mendatang harus menjadi wadah serius untuk mengakomodasi kritik dan masukan dari masyarakat, terutama dalam isu-isu sensitif seperti tragedi 1965 dan reformasi 1998.

“Kita ingin keluar dari pola lama di mana negara memonopoli narasi sejarah, seperti masa kolonial atau Orde Baru. Ini harus menjadi momentum dialog antara negara dan masyarakat sipil,” ujarnya.

Ia mengapresiasi keterlibatan ratusan pakar sejarah dan budaya dalam penyusunan 10 jilid sejarah baru ini, namun menegaskan bahwa keilmuan saja tidak cukup. Keterbukaan terhadap masukan dan akuntabilitas publik juga harus menjadi prinsip utama.

Penulis : Woko Baruno

Editor : Ali Ramadhan

Sumber : https://youtu.be/6wjLDm_IJsU?si=61d5gjcYaSdnPKwD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *